Amal yang terpeleset
Berinfak, sedekah, sumbangan adalah perbuatan-perbuatan yang banyak dilakukan orang-orang yang peduli untuk memberi semangat orang-orang yang hampir putus semangatnya atas rizki dan rahmat Tuhan. Ada juga hadiah yang diberikan atasan kepada bawahannya atas prestasinya dalam bekerja sekaligus untuk menciptakan kompetisi bagi bawahan lainnya supaya bekerja lebih giat lagi. Motivasi dari perbuatan diatas beraneka ragam, ada yang semata-mata mengharapkan pahala Tuhan (jangka panjang), ada yang mengharapkan balasan dari orang yang menerima berupa …. (terserah keinginan pemberi) adalah motivasi jangka pendek.
Pemberian yang diberikan pada masyarakat saat masa perhelatan politik seperti Pilkada yang baru lewat atau pun Pemilu yang akan kita songsong adalah bagian perbuatan-perbuatan baik yang memiliki motivasi jangka pendek. Apakah itu benar dari pandangan agama, hukum, bahkan nurani? Tidak penting lagi masalah benar atau salah, sebab pandangan-pandangan itu bisa diterjang walaupun dengan mata tertutup sebab masyarakat sebagai objek pemberian kebanyakan menutup mata mengenai masalah ini, karena siapa yang tak mau menerima sembako gratis, atau uang gratis tanpa perlu bekerja keras. Masyarakat semakin pintar dengan berpikir instan. Namun tanpa mereka sadari sebenarnya telah terjadi pembodohan dalam berpolitik, masyarakat tidak lagi repot-repot untuk berpikir masalah efek negatif dari pemberian seperti ini apalagi menyuarakan aspirasinya karena mulutnya tersumbal dengan sembako gratis sementara matanya tertutup lembaran uang. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi para elit yang memiliki modal besar untuk membiayai agenda politiknya.
Presiden SBY selalu meminta partai politik serta para elitnya untuk mengajarkan politik yang baik bagi masyarakat agar masyarakat mengerti makna politik dan demokrasi yang baik. Hal ini sedang berjalan tapi bukan untuk kecerdasan masyarakat karena pemberian-pemberian dengan tujuan politik yang diberikan para elit adalah jelas pembodohan bagi masyarakat. Sebagai contoh ada petani-petani yang lebih suka bekerja (makang sewa) di perkebunan milik orang lain sedangkan lahan pertaniannya miliknya sendiri disewakan ke orang lain untuk digarap. Ada juga contoh lain dimana ada orang tua yang membuat proposal untuk orang tertentu agar membiayai pendidikan anaknya di bangku kuliah. Bukankah pendidikan anaknya adalah tanggung jawabnya sebagai orang tua? Bukan tanggung jawab orang lain walaupun yang bersangkutan mampu.
Lebih parah lagi saat muncul opini di masyarakat “kalo ndak da modal, ndak usah bacalon karna ndak mojadi” disebut parah karena hal ini akan membunuh semangat dan pemikiran-pemikiran membangun dari kader-kader baru tapi tidak punya modal besar.
Itulah money politik, pemberian yang menjadi hal biasa dalam berpolitik yang mengandung niat baik bagi si pemberi tapi terpeleset dalam arus pemikiran yang berbeda-beda dalam masyarakat yang berujung pada kepintaran instan atau pembodohan berpikir.
Tulisan ini merupakan pemikiran penulis, tanpa maksud atau niat untuk mendiskreditkan orang-orang tertentu. Berbeda adalah hal yang biasa apalagi berbeda dalam sudut pandang berpolitik.